Praktisi Hukum Minta Perubahan Ketiga UU MA Lebih Mendasar

15-09-2011 / BADAN LEGISLASI

            Praktisi hukum meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR RI agar Perubahan ke tiga atas UU Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebaiknya bukan lagi perubahan yang bersifat tambal sulam dengan merubah sebagian dari ketentuan undang-undang lama.

Perubahan yang dilakukan harus bersifat mendasar yang dapat mengembalikan MA sebagai lembaga peradilan tertinggi dan dapat menghasilkan putusan yang konsisten sebagai panduan para hakim di tingkat pertama dan banding.

Demikian disampaikan Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hasril Hertanto saat memberikan masukan-masukan bersama dengan Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI), Kamis (15/9) di gedung DPR.

Dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Sunardi Ayub, Hasril menambahkan, perubahan UU tentang MA ini merupakan salah satu kesempatan bagi bangsa ini untuk menentukan arah kekuasaan kehakiman dan lembaga peradilan yang akan datang. Sebagai lembaga peradilan tertinggi, Mahkamah Agung harus dapat menjaga kesatuan hukum sehingga peran judex iuris harus lebih dikedepankan.

Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Arif Firmansyah menambahkan, produk hukum yang akan dibuat ini harus merupakan produk hukum yang komprehensif dan bisa bertahan lama.

Hal ini mengingat, pada tahun 2009 telah dilakukan proses revisi terhadap UU MA dan dalam jangka waktu yang terbilang relatif singkat (2 tahun), legislatif sudah mengupayakan untuk mengubah kembali produk hukum tersebut.

“Tentu saja hal ini sangat disayangkan, karena produk hukum yang dibuat hanya mampu bertahan selama dua tahun,” katanya.

Dalam memberikan masukannya, Ketua MaPPI Hasril Hertanto, salah satunya menyoroti masalah Pengawasan Hakim.   

Menurutnya, pengawasan hakim saat ini telah mengalami perubahan seiiring dengan dibentuknya Komisi Yudisial sebagai amanat Konstitusi. Sebelumnya, MA memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap hakim. Namun sejak berdirinya KY, kewenangan tersebut dibagi dua.

Komisi Yudisial, berdasarkan ketentuan konstitusi dan UU Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan perilaku, meskipun kemudian diamputasi oleh Mahkamah Konstitusi.

Kewenangan yang dimiliki ke dua lembaga tersebut telah mengakibatkan benturan, yang hingga kini terus diupayakan jalan keluarnya. Terhadap pengawasan ini, MaPPI memberikan beberapa penegasan diantaranya adalah pengawasan yang terkait dengan teknis yudisial harus menjadi kewenangan mutlak dari Mahkamah Agung.

Selain itu, perlu ditegaskan pula ruang lingkup teknis yudisial yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung, sehingga tidak menimbulkan multitafsir yang dapat menghalangi Komisi Yudisial melakukan tugas dan kewenangannya.

MaPPI juga memberikan penegasan perlu adanya pengaturan ketentuan mengenai rekrutmen calon hakim agung dalam UU Komisi Yudisial.

Sementara Ketua KRHN Arif Firmansyah memberikan masukan, diantaranya adalah, pengaturan yang jelas mengenai proses rekrutmen hakim agung. Sebaiknya Mahkamah Agung melakukan internalisasi terlebih dulu sebelum mengajukan calon hakim agung kepada Komisi Yudisial.

Jadi, katanya, proses internalisasi ini dilakukan untuk mendapatkan calom hakim agung yang mempunyai kualitas dan kemampuan yang sesuai dengan bidangnya.

Dalam memberikan masukannya, wakil dari YLBHI menginginkan perubahan UU ini tidak dilakukan setengah hati. Menurutnya momen ini harus diambil untuk menghasilkan UU yang bersifat komprehensif. Sebab jika tidak, katanya, nantinya akan ada lagi revisi yang  ke empat dan seterusnya.

Sementara KAI dalam memberikan masukannya memberikan penekanan pentingnya pengawasan. Pengawasan ini merupakan rohnya dari semua permasalahan yang terjadi. (tt)

BERITA TERKAIT
Revisi UU Minerba, Demi Kemakmuran Rakyat dan Penambangan Berkelanjutan
25-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Badan Legislasi DPR RI, Edison Sitorus, menyampaikan pandangannya mengenai revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU...
RUU Minerba sebagai Revolusi Ekonomi untuk Masyarakat Bawah
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Aqib Ardiansyah menilai filosofi dasar dari penyusunan RUU tentang Perubahan Keempat...
RUU Minerba: Legislator Minta Pandangan PGI dan Ormas soal Keadilan Ekologi
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Muhammad Kholid mengapresiasi masukan yang disampaikan Persatuan Gereja Indonesia (PGI) terkait...
RUU Minerba Jadi Perdebatan, Baleg Tegaskan Pentingnya Mitigasi Risiko
23-01-2025 / BADAN LEGISLASI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Deputi Eksternal Eksekutif Nasional WALHI, Mukri Friatna, menyatakan penolakan terhadap wacana perguruan tinggi diberikan hak mengelola tambang...